Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
4/Pid.Pra/2020/PN Trt | 3.ENDIS MANALU 4.ESRON MANALU 5.TIGOR MANALU 6.SARBARITA MANALU |
Kanit Reskrim Polsek Parmonangan | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Kamis, 09 Jul. 2020 | ||||||||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||||||||
Nomor Perkara | 4/Pid.Pra/2020/PN Trt | ||||||||||
Tanggal Surat | Kamis, 09 Jul. 2020 | ||||||||||
Nomor Surat | 09/07/2020 | ||||||||||
Pemohon |
|
||||||||||
Termohon |
|
||||||||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||||||||
Petitum Permohonan | Kepada Yth. : Hal : Permohonan Praperadilan.
LEONARD BINSAR M. SITOMPUL, SH. RUDI ZAINAL SIHOMBING, SH Advokat-Penasehat Hukum, berkantor di Hutabarat Sosunggulon, Kec. Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, Kantor Hukum LEONARD SITOMPUL & REKAN, Dalam hal ini, secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.:01/Prapid/LSR/VI/2020 tanggal 18 Juni 2020 (terlampir) bertindak dan oleh karena itu berhak dalam membuat, menanda tangani, serta mengajukan Permohonan Praperadilan untuk dan atas nama : 1. TIGOR MANALU, Jenis kelamin Laki-laki, Pekerjaan Petani, umur 51 thn, beralamat di Dusun Pengadangan Desa Horison Ranggitgit, Kec. Parmonangan, Kabupaten Tapanili Utara, Propinsi Sumatera Utara. 3. ENDIS MANALU, Jenis kelamin laki-laki, Umur + 43 Thn, Pekerjaan Petani, beralamat di Pangadangan Desa Horisan Ranggitgit, Kec. Parmonangan, Kab. Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. untuk selanjutnya disebut sebagai ....................... PARA PEMOHON ; Bahwa PARA PEMOHON dengan ini mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan atas dasar tindakan sah atau tidaknya Penetapan Tersangka yang dilakukan Kepolisan Sektor Balige sebagaimana disyaratkan dalam pasal 1 angka 14 KUHAP yang telah dikenakan atas diri PARA PEMOHON, dan atas Penetapan Tersangka atas diri PARA PEMOHON atas tindakan sah atau tidaknya Penetapan Tersangka yang merupakan objek Pra peradilan sebagaimana disyaratkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 tentang Penetapan Tersangka sebagai objek Pra Peradilan,terhadap: Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq. Kepala Kepolisian Ressor Tapanuli Utara Cq. Kepala Kepolisian Sektor Parmonangan Cq. Kanit Reskrim Polsek Parmonangan yang beralamat di Kecamatan Parmonangan, Propinsi Sumatera Utara. untuk selanjutnya disebut sebagai............................ TERMOHON ;
1. Sebagaimana kita ketahui tindakan upaya paksa seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan merupakan wadah untuk mengadukan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang diduga dilakukan oleh penyidik, oleh karena itu Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tindakan kesewenang-wenangan dari penyidik ataupun penuntut umum. Sehingga Praperadilan dilakukan untuk menegakkan dan perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia bagi Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan maupun ditingkat penuntutan. Praperadilan juga dibentuk sebagai alat pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP), sehingga diharapakan didalam pemeriksaan seseorang untuk dapat ditetapkan sebagai Tersangka/Terdakwa agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : 3. Bahwa objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah : 4. Bahwa cakupan objek praperadilan melalui putusan Mahkamah Konstitusi memasukkan tentang Penetapan Tersangka sebagai objek praperadilan, sebagaimana putusan No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang amarnya sebagai berikut : 5. Sehingga jelaslah bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum sejak diucapkan. 6. Pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi manusia seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan saat ini terhadap Penetapan Tersangka dan sah tidaknya Penyitaan telah diakui merupakan objek/wilayah Praperadilan, sehingga meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut sebagai ‘terobosan hukum’ (legal-breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini. 7. Bahwa untuk itu dalam melindungi hak-hak asasi seseorang yang dalam hal ini adalah hak dari tersangka, terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti dalam perkara berikut :
1. Bahwa melalui Putusan Mahkamh Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan dan melalui Putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan,” “bukti permulaan yang cukup,” dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. 2. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “ bukti permulaan,” “bukti permulaan yang cukup” dan bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti. 3. Frasa “bukti permulaan,” “bukti permulaan yang cukup,”dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dual alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). 4. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang, hal ini untuk menghindari tindakan kesewenang-wenangan oleh penyidik terutama dalam menetukan bukti permulaan yang cukup. 5. Bahwa selanjutnya dalam tindakan penyidik dalam memeriksa calon tersangka wajib untuk memeriksa saksi yang meringankan bagi tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 116 ayat (3) sehingga terdapat keseimbangan dalam hal penyidikan sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka hal ini dimaksud agar menghindari unfair prejudic (persangkaan yang tidak wajar). 6. Selanjutnya Mahkamah Konstitusi menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang, agar menghindari kesewenang-wenangan oleh penyidik dalam menentukan bukti permulaan yang cukup. 7. Bahwa sebagaimana diketahui peristiwa yang dialami oleh PARA PEMOHON merupakan rekayasa dari Pelapor yakni DARWIN MANALU, sementara peristiwa sebenarnya PARA PEMOHON tidak ada melakukan penganiayaan terhadap DARWIN NABABAN, hal mana juga disampaikan oleh saksi-saksi yang bernama NGOLU NABABAN, EDUARD MANALU dan MAKMUR SIMAMORA termasuk saat dikonfrontir dikantor Kepolisian Sektor Parmonangan, namun TERMOHON tidak mengindahkan kesaksian yang disampaikan tersebut. III. FAKTA-FAKTA HUKUM 1. Bahwa PARA PEMOHON adalah merupakan warga masyarakat Pangadangan Desa Horisan Ranggitgit, Kec. Parmonangan yang pekerjaannya adalah Petani; 2. Bahwa PARA PEMOHON sekitar bulan 6 Mei 2019 berada di desa Horison Ranggitgit namun didalam tempat yang berbeda, PEMOHON I (TIGOR MANALU) berada diladangnya, PEMOHON II berada dirumah karena PEMOHON II membuka warung kopi, PEMOHON III berada di ladangnya dan PEMOHON IV berada dikebun kopinya, sehingga sangat jelas hanya PEMOHON II yang berada dirumahnya sambil menjaga warung kopinya bersama EDUARD MANALU yang sedang minum kopi. 3. Bahwa pada tanggal 06 Juni 2019 tersebut, sekitar pukul 15.00 Wib, melintaslah DARWIN MANALU dengan membonceng anaknya yang bernama RINALDI MANALU dengan mengendarai sepeda motor lewat disamping rumah PEMOHON II dan PEMOHON II melihat sepeda motor yang dikendarai oleh DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU menabrak seekor anjing yang merupakan milik dari PEMOHON I. 4. Bahwa melihat hal tersebut PEMOHON II berlari keluar dan berteriak untuk memanggil DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU yang mengendarai sepeda motor tersebut namun DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU tidak menghiraukan panggilan tersebut dan melanjutkan perjalanannya. 5. Bahwa sekitar pukul 16.00 Wib datanglah MAKMUR SIMAMORA dan NGOLU NABABAN kewarung kopi milik PEMOHON II dan PEMOHON II mengatakan kepada kedua orang tersebut ditabrak si “DARWIN BIANG ABANGKU” (ditabrak si DARWIN anjing abangku ). 6. Bahwa sekitar pukul 17.20 Wib, PEMOHON I pulang dari ladangnya dan melintas dari samping warung kopi milik PEMOHON II, melihat PEMOHON I lewat lalu PEMOHON II mengatakan kepada PEMOHON I “ NGA MATE BE BIANGMU (sudah mati anjingmu)” lalu PEMOHON I bertanya lagi “ ISE NA MAMBAHEN MATE (siapa yang bikin mati)” dan dijawab oleh PEMOHON II “dilanggar si DARWIN”, selanjutnya PEMOHON I berjalan menuju rumahnya yang jarak rumah PEMOHON I dengan rumah PEMOHON II kurang lebih 40 M (empat puluh meter). 7. Bahwa sesampainya dirumah, PEMOHON I mengganti pakaiannya yang sudah kotor dengan pakaian yang bersih lalu PEMOHON I keluar dan duduk-duduk di teras rumahnya. 9. Bahwa setelah sepeda motor tersebut berhenti karena disetop oleh PEMOHON II dengan posisi sepeda motor tersebut masih dalam keadaan menyala mesinnya dimana DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU masih dalam posisi diatas sepeda motor, kemudian dari jarak kurang lebih 2 (dua) meter PEMOHON II mengatakan kepada DARWIN MANALU “BOHA DO UDA PERTANGGUNG JAWABAN MU TU BIANG ON (bagaimananya pak pertanggung jawabanmu ke anjing ini)” dan dijawab oleh DARWIN MANALU “NA SURUK DO TU BAN KU (YANG MASUKNYA KE BAN KU)” atas jawaban DARWIN MANALU yang tidak mengenakkan itu PEMOHON II menjadi marah dan terjadilah pertengkaran mulut, lalu karena emosinya PEMOHON II meludahi wajah DARWIN MANALU dan DARWIN MANALU juga meludahi wajah PEMOHON II selanjutnya DARWIN MANALU mengatakan kepada anaknya RINALDI MANALU “sittak pisaumi (tarik pisau mu itu)” mendengar kata-kata bapaknya RINALDI MANALU menarik pisaunya yang sebelumnya sudah tersandang dibadannya, saat menarik pisau dari sarungnya itu seketika kedua orang tersebut yakni DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU terjatuh kesamping kiri beserta sepeda motor yang ditumpanginya. 10. Bahwa kemudian DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU berdiri kembali serta mendirikan sepeda motornya yang terjatuh dan PEMOHON II melihat pipi kiri DARWIN MANALU berdarah dan terjadi lagi pertengkaran mulut. 11. Bahwa kemudian PEMOHON I yang sebelum DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU sekitar pukul 17.30 melintas disamping rumah PEMOHON II, PEMOHON I yang saat itu posisinya berada diteras rumahnya melihat kedatangan DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU dan juga PEMOHON I melihat PEMOHON II menyetop sepeda motor tersebut dan dari jarak kurang lebih 40 meter, PEMOHON I juga melihat sepeda motor yang dikendarai DARWIN MANALU dan anaknya RINALDI MANALU terjatuh dan melihat pertengkaran mulut antara PEMOHON II dengan DARWIN MANALU. 12. Bahwa melihat kejadian tersebut PEMOHON I berlari menghampiri tempat kejadian dan melerai dengan cara menarik PEMOHON II menjauh agar tidak terjadi adu fisik (pukul-pukulan) dan saat berada ditempat kejadian dengan menarik PEMOHON II menjauh, PEMOHON I melihat pipi sebelah kiri DARWIN MANALU berdarah dan disaat yang bersamaan datanglah NGOLU NABABAN, EDUARD MANALU dan MAKMUR SIMAMORA dari warung kopi menghampiri PEMOHON I dan PEMOHON II serta DARWIN NABABAN untuk melerai dan NGOLU NABABAN mengambil posisi ketengah dengan mengatakan “nga sae bei-nga sae bei (sudahlah itu-sudah lah itu) dimana posisi sepeda motor sudah didirkan kembali. 13. Bahwa kemudian terjadilah pertengkaran mulut antara PEMOHON I dengan DARWIN MANALU, dimana DARWIN MANALU mengatakan “ikkon hu penjarahon hamu sude (akan ku penjarakan kalian semua)” yang juga didengar oleh NGOLU NABABAN, EDUARD MANALU dan MAKMUR SIMAMORA dan dijawab oleh PEMOHON I dengan mengatakan “penjarahon ma (penjarakanlah)” sambil DARWIN MANALU pergi dengan mengendarai sepeda motor. 14. Bahwa selanjutnya PEMOHON I pulang kerumahnya untuk mandi dan PEMOHON II bersama NGOLU NABABAN, EDUARD MANALU dan MAKMUR SIMAMORA kembali kewarung kopi milik PEMOHON II dan tidak lama kemudian sekitar pukul 17. 35 PEMOHON III datang dari ladangnya menuju warung milik PEMOHON II dan melihat anjing dihalaman tergeletak dan kemudian mengatakan kenapa anjing itu dan dijawab PEMOHON II mati ditabrak si DARWIN. 15. Bahwa sekitar kurang lebih 7 – 10 menit atau kira-kira sekitar pukul 17.45 datanglah DARWIN MANALU beserta istrinya dan anaknya RINALDI MANALU dimana saat itu RINALDI MANALU membawa HP ditangannya serta beberapa orang lagi serombongan kearah warung kopi milik PEMOHON II sambil berteriak-teriak hingga menimbulkan keributan dan terjadilah pertengkaran mulut antara DARWIN MANALU dengan ibu-ibu yang ada ditempat tersebut. 16. Bahwa melihat itu PEMOHON III yang saat itu berada diwarung kopi milik PEMOHON II bersamaan dengan NGOLU NABABAN, EDUARD MANALU dan MAKMUR SIMAMORA keluar dari warung kopi, sementara PEMOHON II hanya berdiri didepan pintu warung kopi dan kemudian terjadilah pertengkaran mulut antara ibu-ibu yang berada ditempat itu dengan DARWIN MANALU dan mendengar suara ribut-ribut tersebut kemudian PEMOHON I berlari keluar dari rumahnya yang jarak rumahnya dengan tempat keributan tersebut kurang lebih 40 meter dengan membawa sepotong kayu dan sesampainya ditempat yang ribut-ribut tersebut PEMOHON I ditahan dan ditarik istrinya dan ibu-ibu yang berada disitu untuk tidak melakukan pemukulan dan terjadilah pertengkaran mulut antara DARWIN MANALU dengan PEMOHON I, PEMOHON III dan ibu-ibu didekat rumah PEMOHON II tepatnya didepan warung kopi milik PEMOHON II. 17. Bahwa disaat terjadi pertengkaran mulut antara DARWIN MANALU dengan PEMOHON I, PEMOHON III dan ibu-ibu yang berada ditempat tersebut selanjutnya PEMOHON IV yang sudah tua dan berumur kurang lebih 87 tahun mendengar keributan datang dari kebunnya yang berada disamping rumahnya yang juga merupakan rumah PEMOHON II mendatangi tempat keributan tersebut, sesampainya ditempat keributan tersebut PEMOHON IV menyuruh DARWIN MANALU beserta rombongannya untuk pulang dengan mengatakan “nga bei, mulak-mulak ma hamu (sudahlah itu, pulanglah-pulanglah kalian)” dan kemudian RINALDI MANALU yang membawa HP dan merekam ribut-ribu tersebut mengatakan kepada bapaknya yaitu DARWIN MANALU “ayo pulang pak sudah dapat vidionya untuk kita jadikan alat bukti” dan kemudian DARWIN MANALU dengan rombongannya pergi dari tempat keributan tersebut sambil DARWIN MANALU mengatakan “ikkon hu penjarahaon hamu sude” molo dang boi hu penjarahon ikkon hu busung” (akan kupenjarakan kalian semua kalau tidak akan ku santet). 18. Bahwa selanjutnya sekitar tanggal 23 Mei 2019 PEMOHON I dan PEMOHON III dipanggil sebagai saksi untuk didengar keterangannya, selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2019 PEMOHON II dan PEMOHON IV dipanggil sebagai saksi ke Kantor Kepolisian Sektor Parmonangan atas laporan polisi yang dibuat oleh DARWIN MANALU PADA TANGGAL 8 Mei 2019 sebagaimana dimaksud dengan Laporan Polisi Nomor : LP/06/V/2019/SU/RES TAPUT/SEK PARMON. 20. Bahwa pada saat konfrontir tersebut PARA PEMOHON mengatakan tidak ada melakukan pemukulan ataupun penganiayaan terhadap DARWIN MANALU hal yang sama juga disampaikan oleh NGOLU NABABAN, MAKMUR NABABAN serta MAKMUR SIMAMORA mengatakan tidak ada pemukulan terhadap DARWIN MANALU pada tanggal 6 Mei 2019. 21. Bahwa didalam pemeriksaan terhadap PARA PEMOHON dijelaskan PARA PEMOHON tidak ada melakukan penganiayaan sebagaimana yang dituduhkan oleh DARWIN MANALU, begitu juga keterangan yang disampaikan oleh para saksi yaitu NGOLU NABABAN, MAKMUR NABABAN serta MAKMUR SIMAMORA yang didengar keterangannya mengatakan tidak ada terjadi penganiayaan yang dilakukan oleh PARA PEMOHON pada tanggal 06 Mei 2019 terhadap DARWIN MANALU. 22. Bahwa kemudian PARA PEMOHON mendapat surat panggilan tertanggal 6 Juni 2020 dari Kantor Kepolisian Sektor Parmonangan untuk diperiksa sebagai TERSANGKA pada tanggal 11 Juni 2020, mendapat surat panggilan tersebut PARA PEMOHON sangat terkejut dan sedikit shock kenapa mereka dijadikan Tersangka pada hal PARA PEMOHON tidak ada dan tidak pernah melakukan penganiayaan sebagaimana yang dituduhkan oleh DARWIN MANALU.
1. Bahwa PARA PEMOHON ditetapkan sebagai TERSANGKA oleh TERMOHON berdasarkan Surat Panggilan tertanggal 6 Juni 2020 dengan Nomor : S.Pgl/21/VI/2020/Reksrim, Nomor : S.Pgl/22/VI/2020/Reksrim, Nomor : S.Pgl/23/VI/2020/Reksrim, Nomor : S.Pgl/24/VI/2020/Reksrim dan PARA PEMOHON diperiksa sebagai TERSANGKA pada tanggal 11 Juni 2020. 2. Bahwa dalam pemeriksan sebagai TERSANGKA PARA PEMOHON tetap menerangkan jika mereka tidak ada melakukan pemukulan atau penganiayaan terhadap diri DARWIN MANALU, namun TERMOHON tetap pada pendiriannya bahwasannya PARA PEMOHON telah melakukan penganiayaan. 3. Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 14 KUHAP, berbunyi “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” 4. Bahwa kuat dugaan TERMOHON menetapkan PARA PEMOHON hanya berdasarkan Video yang direkam anaknya RINALDI MANALU melalui HP ketika datang kedepan warung milik PEMOHON II sekitar pukul 17.45 Wib dengan membawa rombongan hingga terjadi keributan/pertengkaran mulut dimana PEMOHON I ada membawa sepotong kayu, keterangan anaknya RINALDI MANALU serta Visum et repertum (VER) yang pada pokoknya apa yang diberikan oleh DARWIN MANALU disaat membuat laporan polisi dengan fakta yang terjadi tidak saling berhubungan. 6. Bahwa jelas TERMOHON dalam penanganan perkara yang dialami oleh PARA PEMOHON telah bertindak secara kesewenang-wenangan dengan menetapakan PARA PEMOHON sebagai Tersangka tanpa cukup bukti, dan kuat dugaan TERMOHON dalam menangani perkara A quo tidak bersikap jujur, netral dan TERMOHON telah berpihak kepada DARWIN MANALU. 7. Bahwa sehubungan dengan pasal 1 angka 14 tersebut apakah bukti permulaan yang ada cukup berkualitas untuk digunakan sebagai dasar untuk menetapkan seseorang tersebut menjadi TERSANGKA. 8. Bahwa yang harus diketahui, bahwa KUHAP tidak menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan “bukti permulaan”, khususnya definisi dari “bukti permulaan” yang dapat digunakan sebagai dasar penetapan TERSANGKA. 9. Bahwa selanjutnya didalam pasal 17 KUHAP mengenai bukti permulaan yang cukup hanya sebatas bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi pasal 1 angka 14 KUHAP dan karena KUHAP tidak mendefinisikan lebih lanjut apa itu bukti permulaan yang cukup yang dapat menetapkan seseorang menjadi tersangka, namun dalam UU lain sebagaimana dimaksud dalam UU No 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dalam pasal 1 angka 26 dikatakan “bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 10. Bahwa kemudian dalam Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan : “bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti. 11. Bahwa kemungkinan satu-satunya yang dipakai oleh kepolisian untuk menetapkan seseorang tersangka adalah merujuk pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2002 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yaitu pada pasal 1 angka 21 yang berbunyi “bukti permulaan adalah alat bukti berupa laporan polisi dan satu alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan, namun PARA PEMOHON tidak ada dilakukan penangkapan, sehingga jika dilihat Perkap tersebut digunakan untuk melakukan penangkapan bukan untuk menetapkan tersangka, sehingga sangat jelas tidak ada definisi atau ukuran yang dapat digunakan sebagai dasar hukum. 12. Bahwa didalam buku Chandra M. Hamzah yang berjudul “Penjelasan Hukum Tentang Bukti Permulaan Yang Cukup”, yang diterbitkan oleh Pusat studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) pada tahun 2004, dijelaskan “bukti permulaan yang cukup berfungsi sebagai prasyarat dilakukannya penyidikan dan penetapan tersangka dan bukti permulaan yang cukup dapat terdiri atas : 13. Bahwa sangat jelas TERMOHON dalam menetapkan PARA PEMOHON sebagai TERSANGKA merupakan tindakan yang keliru, karena jelas berdasarkan keterangan PARA PEMOHON ditambah dengan keterangan para saksi yang telah diperiksa tidak ada yang mengatakan PARA PEMOHON melakukan penganiayaan terhadap TERMOHON.
1. Bahwa dalam pemeriksaan PARA PEMOHON saat didengar keterangannya sebagai saksi, PARA PEMOHON menerangkan tidak ada melakukan dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Surat Panggilan sebagai Tersangka, juga saksi yang diajukan oleh PARA PEMOHON tidak ada mengatakan PARA PEMOHON telah melakukan dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan ditambah dengan keterangan saksi yang diajukan pelapor yang bernama NGOLU NABABAN tetap mengatakan tidak ada PARA PEMOHON melakukan dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan. 2. Bahwa di dalam peraturan perundang-undangan yang kita anut khususnya untuk tindak pidana belum ditemukan satu definisi yang dapat digunakan sebagai ukuran objektif untuk menetapkan telah terdapat “bukti permulaan yang cukup” untuk menentukan seseorang sebagai tersangka, sehingga dapat dikatakan seseorang itu ditetapkan sebagai tersangka menjadi subjektivitas dari penyidik, tanpa pernah bisa dibuktikan apakah benar telah ada “bukti permulaan yang cukup” untuk menetapkan tersangka secara objektif. 3. Bahwa jika setiap orang ditetapkan sebagai tersangka hanya karena sifat subjekvitas dari penyidik, maka dikhawatirkan dapat terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam menilai :bukti permulaan yang cukup yang berakibat pada kesalahan dalam penetapan seseorang sebagai tersangka. 4. Negara kita adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan terhadap kita, hal mana juga terdapat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang artinya semua tunduk terhadap hukum dan Hak Asasi manusia serta diwujudkan didalam kehidupan bernegara dan berbangsa termasuk dalam proses penegakan hukum dan Hak Asasi manusia. 5. Bahwa sebuah kepastian merupakan menjadi bagian dari suatu hukum, karena Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman prilaku setiap orang termasuk juga kepada prilaku aparat kepolisian. Kepastian hakikatnya adalah tujuan utama dari hukum. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik terlebih aparat kepolisian didalam menjalankan tugasnya sedah seharusnya tidak berpihak pada salah satu pihak agar keadilan dan kepastian dalam proses hukum dapat berjalan dengan baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati. 6. Prinsip legality menurut Oemar Seno Adji merupakan karakteristik yang essensial termasuk didalamnya konsep “rule of law” maupun dalam faham “Rechtstaat” dan faham “Socialist laegality” larangan berlakunya hukum pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas “nullum delictum” dalam hukum pidana. 7. Bahwa dalam Hukum Administrasi Negera Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang yag maksudnya melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampur adukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan wewenangnya atau menjadi wewenang paejabat atau badan lain”. Sjchran Basah menyatakan “abus de droit” atau tindakan sewenang-wenang yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan yang artinya untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan. 8. Bertindak sewenang-wenang dapat diartikan menggunakan wewenang melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyalah gunaan wewenang juga diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal 52 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan syarat sahnya suatu keputusan meliputi : Bahwa sebagaimana telah PARA PEMOHON uraikan diatas, PENETAPAN Tersangka terhadap PARA PEMOHON dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana TERMOHON secara kesewenang-wenangnya tanpa mengindahkan keterangan para saksi yang telah mengatakan tidak terjadi penganiayaan yang dilakukan oleh PARA PEMEOHON terhadap DARWIN MANALU serta TERMOHON tidak dapat memahami apa yang dimaksud dalam bukti permulaan yang cukup hingga dapat menetapkan PARA PEMOHON sebagai Tersangka. 9. Bahwa sebagai akibat dari perbuatan TERMOHON yang telah menetapkan PARA PEMOHON sebagai Tersangka yang tidak sah menurut hukum, sebagaimana dengan ketentuan pada Putusan Mahamah Konstitusi Republik Indonesia No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Mei 2015 berkenaan dengan Penetapan Tersangka yang merupakan obyek Praperadilan, maka PARA PEMOHON merasa berhak untuk menuntut ganti kerugian Immateril dimana kerugian immaterial tidak dapat diukur atau dinilai dengan uang dalam kaitannya dengan nama baik dan Hak Azasi PARA PEMOHON sebagai Manusia sudah merasa malu dan nama baiknya tercemar karena telah dijadikan Tersangka oleh TERMOHON. Oleh karena itu, adalah patut dan sangat beralasan untuk menghukum TERMOHON membayar ganti kerugian kepada PEMOHON sebesar Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) ; 10. Berdasarkan uraian mengenai sah dan tidaknya sebuah keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PARA PEMOHON dengan menetapakan PARA PEMOHON sebagai Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan berdasarkan prosedur yang tidak benar, berpihak serta kesewenang-wenangan maka Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa dan mengadili perkara A quo untuk memberikan Putusan bahwa segala yang berhubungan dengan Penetapan Tersangka terhadap PARA PEMOHON oleh TERMOHON dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan sudah seharusnya dibatalkan menurut hukum. V. PETITUM Bahwa berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dikemukakan tersebut di atas, PARA PEMOHON memohon Kehadapan Yang Terhormat Bapak Hakim Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa, mengadili Permohonan Praperadilan ini, kiranya berkenan untuk memanggil PEMOHON dan TERMOHON untuk datang dan hadir bersidang di Pengadilan Negeri Tarutung pada hari dan tempat yang ditentukan untuk itu, dan mempertimbangkan alasan-alasan sebagaimana dikemukakan diatas dalam memberikan Putusan dalam Perkara Praperadilan ini dengan amar Putusan sebagai berikut : 1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan PARA PEMOHON untuk seluruhnya. Demikianlah Permohonan Praperadilan yang PARA PEMOHON sampaikan kiranya yang terhormat Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memberikan putusan terhadap perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan, dengan semboyan “Fiat Justitia Ruat Coelum” (Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh)
Tarutung, 08 Juli 2020. Hormat kami,
|
||||||||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |