Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TARUTUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Trt HANSON EINSTEIN SIREGAR Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara cq Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 18 Jan. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Trt
Tanggal Surat Rabu, 18 Jan. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1HANSON EINSTEIN SIREGAR
Termohon
NoNama
1Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara cq Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRA PERADILAN

  1. Bahwa lahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
  2. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Bab XII Bagian Kesatu Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jo. Bab VIII Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (ic.Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.
  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
  1. Bahwa apabila kita melihat pendapat dari S. Tanusubroto, yang menyatakan, bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan:
  1. Agar penegak hukum harus berhati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
  2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
  3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
  4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
  5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji, bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan Kepolisian dan/atau Kejaksaan melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.

  1. Bahwa Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi: (a) “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. (b)“bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”. Yang ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 (dua) paragraf ke-6 (enam) yang berbunyi: “...Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”.
  1. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:
  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

  1. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain dari pada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa:
  1. Tersangka terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
  2. tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

Dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat dan martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek Permohonan Praperadilan.

  1. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili KEABSAHAN PENETAPAN TERSANGKA, sebagaimana kutipan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 berikut yang menyatakan:
  2.  
  3. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
    1.  Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    2.  Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
    4. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
  1. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
  2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya...”

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.

 

  1. Bahwa sebelumnya telah terdapat beberapa Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, yakni seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
  1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor: 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
  2. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 38/Pid.Prap/2012/ PN.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012;
  4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/PN. Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 36/Pid.Prap/2015/PN. Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
  6. Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor: 6/Pid.Prap/2022/PN.Kbj tanggal 15 Agustus 2022.

 

  1. Bahwa beberapa contoh putusan Praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yuriprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan atas tindakan penyidik atau penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan, kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan
  1. Bahwa penetapan status seseorang sebagai Tersangka in casu Pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang berbunyi: “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”, dan Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya yang menegaskan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. FAKTA-FAKTA
  1. Bahwa PEMOHON merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) Kegiatan Pengadaan Belanja Jasa  Internet (Internet Service Provider) Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2021, pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara.

 

  1. Bahwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) Kegiatan Pengadaan Belanja Jasa Internet (Internet Service Provider) Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2021, pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara, PEMOHON selalu menjalankan atau melaksanakan pekerjaannya tersebut dengan teliti, cermat dan dengan rasa tanggung jawab yang tinggi.
  1. Bahwa adapun rincian PAGU KEGIATAN PENGADAAN BELANJA JASA INTERNET KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN ANGGARAN 2019 SAMPAI DENGAN 2021 adalah sebagai berikut:
  1. Kegiatan Tahun Anggaran 2019, dengan rincian:
  • Anggaran APBD adalah sebesar Rp. 3.607.620.000,- (tiga milyar enam ratus tujuh juta enam ratus dua puluh ribu rupiah);
  • Nilai Kontrak sebesar Rp.2.898.429.750,- (dua milyar delapan ratus sembilan puluh delapan juta empat ratus dua puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah), dengan rincian:
  1. Nilai Kontrak dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 2.221.269.750,- (dua milyar dua ratus dua puluh satu juta dua ratus enam puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah);
  2. Nilai Kontrak dengan PT. Telemedia Network Cakrawala adalah sebesar Rp. 667.160.000,- (enam ratus enam puluh tujuh juta seratus enam puluh ribu rupiah).
  • Dana yang terealisasi dari Nilai Kontrak:
  1. dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 1.938.639.338,- (satu milyar sembilan ratus tiga puluh delapan juta enam ratus tiga puluh sembilan ribu tiga ratus tiga puluh delapan rupiah);
  2. dengan PT. Telemedia Network Cakrawala adalah sebesar Rp. 667.160.000,- (enam ratus enam puluh tujuh juta seratus enam puluh ribu rupiah).
  • Efisiensi (sisa dana anggaran) adalah sebesar Rp. 991.634.278,- (sembilan ratus sembilan puluh satu juta enam ratus tiga puluh empat ratus ribu dua ratus tujuh puluh delapan rupiah).
  • Sudah termasuk pajak PPn (10%) +PPh psl 23 (2%).
  1. Kegiatan Tahun Anggaran 2020, dengan rincian:
  • Anggaran APBD adalah sebesar Rp. 3.671.531.600,- (tiga milyar enam ratus tujuh puluh satu juta lima ratus tiga puluh satu ribu enam ratus rupiah);
  • Nilai Kontrak sebesar Rp.3.616.278.696,- (tiga milyar enam ratus enam belas juta dua ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus sembilan puluh enam rupiah), dengan rincian:
  1. Nilai Kontrak dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 2.176.278.696,- (dua milyar seratus tujuh puluh enam juta dua ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus sembilan puluh enam rupiah);
  2. Nilai Kontrak dengan PT. Mitra Visioner Pratama adalah sebesar Rp. 1.440.000.000,- (satu milyar empat ratus empat puluh juta rupiah).
  • Dana yang terealisasi dari Nilai Kontrak:
  1. dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 1.938.639.338,- (satu milyar sembilan ratus tiga puluh delapan juta enam ratus tiga puluh sembilan ribu tiga ratus tiga puluh delapan rupiah);
  2. dengan PT. Mitra Visioner Pratama adalah sebesar Rp. 1.366.451.613,- (satu milyar tiga ratus enam puluh enam juta empat ratus lima puluh satu ribu enam ratus tiga belas rupiah).
  • Efisiensi (sisa dana anggaran) adalah sebesar Rp. 366.440.649,- (tiga ratus enam puluh enam juta empat ratus empat puluh ribu enam ratus empat puluh sembilan rupiah).
  • Sudah termasuk pajak PPn (10%) +PPh psl 23 (2%).
  1. Kegiatan Tahun Anggaran 2021, dengan rincian:
  • Anggaran APBD adalah sebesar Rp. 4.011.723.300,- (empat milyar sebelas juta tujuh ratus dua puluh tiga ribu tiga ratus rupiah);
  • Nilai Kontrak sebesar Rp.3.616.278.696,- (tiga milyar enam ratus enam belas juta dua ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus sembilan puluh enam rupiah), dengan rincian:
  1. Nilai Kontrak dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 1.287.000.000,- (satu milyar dua ratus delapan puluh tujuh juta rupiah);
  2. Nilai Kontrak dengan PT. Mitra Visioner Pratama adalah sebesar Rp. 2.470.545.000,- (dua milyar empat ratus tujuh puluh juta lima ratus empat puluh lima ribu rupiah).
  • Dana yang terealisasi dari Nilai Kontrak:
  1. dengan PT. Indonesia Comnets Plus adalah sebesar Rp. 1.199.250.000,- (satu milyar seratus sembilan puluh sembilan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah);
  2. dengan PT. Mitra Visioner Pratama adalah sebesar Rp. 2.302.098.750,- (dua milyar tiga ratus dua juta sembilan puluh delapan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah).
  • Efisiensi (sisa dana anggaran) adalah sebesar Rp. 510.374.550,- (lima ratus sepuluh juta tiga ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus lima puluh rupiah).
  • Sudah termasuk pajak PPn (10%) +PPh psl 23 (2%).
  1. Bahwa pada tahun 2020, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK R.I) Perwakilan Provinsi Sumatera utara telah melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019, dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan atau terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Nomor: 44.B/LHP/XVIII.MDN/04/2020 tanggal 24 April 2020. Adapun berdasarkan Resume Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern BPK R.I Perwakilan Provinsi Sumatera utara, tidak ada tercantum Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara.
  2. Bahwa pada tahun 2021, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK R.I) Perwakilan Provinsi Sumatera utara telah melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2020, dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan/terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Nomor: 62.B/LHP/XVIII.MDN/05/ 2021 tanggal 25 Mei 2021. Adapun berdasarkan Resume Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern BPK R.I Perwakilan Provinsi Sumatera utara tersebut, tidak ada tercantum Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara.
  3. Bahwa pada tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK R.I) Perwakilan Provinsi Sumatera utara telah melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2021, dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan/terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Nomor: 42.B/LHP/XVIII.MDN/04/ 2022 tanggal 26 April 2022. Adapun berdasarkan Resume Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern BPK R.I Perwakilan Provinsi Sumatera utara tersebut ditemukan adanya Realisasi Belanja Perjalanan Dinas sebesar Rp. 114.842.000,- (seratus empat belas juta delapan ratus empat puluh dua ribu rupiah) yang tidak sesuai dengan ketentuan. Dari Realisasi Belanja Perjalanan Dinas sebesar Rp. 114.842.000,- (seratus empat belas juta delapan ratus empat puluh dua ribu rupiah) tersebut, ditemukan belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp. 8.774.000,- (delapan juta tujuh ratus tujuh puluh empat ribu rupiah).
  4. Bahwa adapun temuan yang dimaksud sebagaimana diuraikan pada Angka 6 (enam) tersebut, telah disampaikan kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara sesuai dengan surat Bupati Tapanuli utara Nomor: 700/TL-187/6.1/6.1.1.2/V/2022 tanggal 25 Mei 2022. Menanggapi Surat Bupati Tapanuli utara tersebut, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara telah menindaklanjutinya sebagaimana Surat Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara Nomor: 349/2-16/V/ 2022 tanggal 30 Mei 2022, dengan didukung BUKTI SETORAN PENGEMBALIAN BELANJA PERJALANAN DINAS YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN SEBESAR Rp. 8.774.000,- (delapan juta tujuh ratus tujuh puluh empat ribu rupiah).
  5. Bahwa Inspektorat Kabupaten Tapanuli utara selaku APIP di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli utara, telah melakukan pemeriksaan tujuan tertentu terhadap kegiatan Pengadaan Belanja Jasa Internet pada Dinas Komunikasi dan Infomatika Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019 pada tanggal 21 Februri 2022 sampai dengan 26 Februari 2022, sebagaimana tertuang di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: 700/029/6-1/6.1.5/II/2022. yang mana berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut, ditemukan adanya kelebihan pembayaran atas pemakaian bandwitch 2Mbps, 5 Mbps, dan 10 Mbps pada Pengadaan Belanja Internet Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp. 108.778.620,- (seratus delapan juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus dua puluh rupiah).
  6. Bahwa berdasarkan Laporan Hasi Pemeriksaan Nomor: 700/029/6-1/6.1.5/II/2022 tersebut, Bupati Tapanuli utara telah menyampaikan Surat Nomor: 700/030/11/ 11.1.3/II/2022 kepada Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara, yang pada pokoknya memerintahkan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara untuk menyetor (mengembalikan) kelebihan pembayaran tersebut ke Kas Daerah Kabupaten Tapanuli utara. Yang mana, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara kemudian menindaklanjuti dengan menyetorkan (mengembalikan) dana Kelebihan Pembayaran tersebut sebesar Rp. 108.778.620,- (seratus delapan juta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus dua puluh rupiah) pada tanggal 4 Maret 2022 ke Kas Daerah Kabupaten Tapanuli utara.
  7. Bahwa sampai dengan penetapan PEMOHON sebagai tersangka atau sampai dengan Permohonan Praperadilan ini dibuat dan ditandatangani, tidak pernah ada indikasi maupun temuan perihal kerugian negara yang dinyatakan secara resmi dan tertulis oleh Lembaga Negara terkait yang berwenang (BPK R.I, BPKP, Insepktorat Kabupaten Tapanuli utara, dan KPK), selain dari pada temuan/indikasi kerugian negara sebagaimana telah dijelaskan pada Angka 4 (empat) halaman 9 (sembilan) sampai dengan Angka 9 (sembilan) halaman 11 di atas.
  8. Bahwa pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) Lembaga Negara yang berwenang untuk menghitung atau memeriksa ada atau tidaknya kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor), yakni Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK R.I), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kewenangan BPK untuk menghitung dan menetapkan kerugian negara diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2015 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berbunyi: “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN / BUMD, dan lembaga / badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”. Sementara kewenangan BPKP diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sedangkan Kewenangan KPK ditegaskan dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012, yang menyatakan bahwa dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain. Putusan MK tersebut juga menyatakan bahwa KPK bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu. Bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.

 

  1. Bahwa pada dasarnya, PEMOHON sama sekali tidak mengerti atau memahami indikasi atau temuan kerugian negara apa yang disangkakan kepadanya oleh TERMOHON, terkait Kegiatan Pengadaan Belanja Jasa  Internet (Internet Service Provider) Kabupaten Tapanuli utara Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2021, pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tapanuli utara. Mengingat, tidak pernah ada temuan atau indikasi kerugian negara lainnya yang ditemukan dari hasil pemeriksaan oleh Lembaga Negara terkait yang berwenang, kecuali temuan atau indikasi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di atas. Yang mana dananya telah dikembalikan atau disetor ke Kas Keuangan Kabupaten Tapanuli utara.
  1. Bahwa sampai dengan Surat Penetapan Tersangka Pemohon diterbitkan pada tanggal 8 Desember 2022, PEMOHON tidak pernah mendapatkan penjelasan yang jelas dan terperinci mengenai:
  • Kerugian Negara apa yang dimaksudkan oleh TERMOHON;
  • Berapa jumlah nominal kerugian negara tersebut;
  • atas dasar hasil pemeriksaan Lembaga Negara apa temuan kerugian negara yang dimaksudkan oleh TERMOHON? apakah hasil pemeriksaan BPK?, atau hasil pemeriksaan dari BPKP? atau pemeriksaan KPK? atau Lembaga . Negara yang berwenang lain?
  1. TENTANG HUKUM
  1. Termohon Tidak Mempunyai Kewenangan Untuk Menghitung/memeriksa, menyatakan, dan Menetapkan Adanya Kerugian Negara.
  1. Bahwa pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) Lembaga Negara yang berwenang untuk menghitung atau memeriksa ada atau tidaknya kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor), yakni Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK R.I), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
  1. Bahwa secara Konstitusional, kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebagai Pemeriksa Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara tertuang dalam Pasal 23E UUD 1945 dan amandemennya, yang dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
  1. Bahwa Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Yang mana, Salah satu poin rumusan kamar pidana (khusus tersebut menyatakan bahwa hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara, atau yang berbunyi: ”...6. Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara”. Ini artinya, SEMA 4/2016 menegaskan bahwa lembaga yang berhak menghitung dan menyatakan adanya kerugian negara adalah BKP. Sementara lembaga lain seperti BPKP hanya berwenang melakukan penghitungan kerugian negara, tapi tidak berhak menyatakan adanya kerugian negara.
  1. Bahwa adapun Kewenangan BPKP diatur dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Selain itu dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP merupakan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Pasal 48 ayat (2) huruf a mengatur, aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui audit. Ada dua jenis audit yang diatur dalam Pasal 50 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2008, salah satunya audit dengan tujuan tertentu. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) menyebutkan bahwa audit dengan tujuan tertentu, antara lain yaitu audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan. Selain itu, Pasal 49 ayat (2) huruf c PP No. 60 Tahun 2008 mengatur BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi: kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.

 

  1. Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf e Perpres No. 192 Tahun 2014, fungsi BPKP antara lain melakukan audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi. Terkait hal ini, Kepala BPKP pun telah menerbitkan pedoman teknis melalui Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan Bidang Investigasi yang isinya:
  1. Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah Audit dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian keuangan Negara yang timbul dari suatu kasus penyimpangan dan digunakan untuk mendukung tindakan litigasi;
  2. Hasil Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara berupa pendapat auditor BPKP tentang jumlah kerugian keuangan negara merupakan pendapat keahlian profesional auditor, yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN);
  3. Sebagai hasil dari pendapat ahli, LHPKKN ditandatangani oleh Tim Audit dan Pimpinan Unit Kerja sebagai Ahli (tanpa kop surat dan cap unit kerja);
  4. LHPKKN disampaikan kepada pimpinan Instansi Penyidik yang meminta, dilakukan dengan surat pengantar (SP) berkode SR (Surat Rahasia) yang ditandatangani oleh unit kerja.

 

  1. Kewenangan KPK untuk penghitungan kerugian negara, ditegaskan dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 yang menyatakan bahwa dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain. Putusan MK tersebut juga menyatakan bahwa KPK bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu. Bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.
  1. Bahwa berdasarkan uraian/penjelasan singkat di atas, maka pada pokoknya TERMOHON tidak memiliki Kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, perhitungan, memberikan pernyataan dan menerbitkan Penetapan Terkait Kerugian Negara.
  1. Penggunaan Wewenang Termohon Dalam Menetapkan Status Tersangka Terhadap Diri Pemohon, tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu atas Kerugian Negara oleh Lembaga-Lembaga Negara yang berwenang, Merupakan Suatu Bentuk Penyalahgunaan Wewenang atau Abuse of Power,
  1. Bahwa pada tanggal 8 Desember 2022 PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan SURAT PENETAPAN TERSANGKA NOMOR: 02/L.2.21/Fd.2/12/2022, yang berdasarkan pada SURAT PERINTAH PENYIDIKAN KEPALA KEJASAAN NEGERI TAPANULI UTARA NOMOR: 01/L.2.21/Fd.1/ 02/2022 TANGGAL 21 FEBRUARI 2022 jo. SURAT PERINTAH PENYIDIKAN KEPALA KEJASAAN NEGERI TAPANULI UTARA NOMOR:03/L.2.21/Fd.1/12/ 2022 oleh TERMOHON  (ic. Kejaksaan Negeri Tapanuli utara). Dimana PEMOHON diduga atau disangkakan telah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
  1. Bahwa Penetapan seseorang menjadi Tersangka oleh TERMOHON, adalah suatu bentuk nyata dari PENGAMBILAN KEPUTUSAN oleh TERMOHON. Sehingga Penetapan menjadi Tersangka yang dimaksud, terikat pada Aturan Dasar sebagaimana telah diuraikan atau dijelaskan sebelumnya.
  1. Bahwa Penetapan PEMOHON sebagai TERSANGKA tanpa adanya hasil pemeriksaan, perhitungan (audit), pernyataan atau penetapan adanya temuan/indikasi Kerugian Negara sebelumnya (sampai dengan tanggal 8 Desember 2022) oleh Lembaga-Lembaga Negara berwenang yang terkait, jelas merupakan tindakan sewenang-wenang dan bertentangan dengan Aturan Dasarnya (in casu, melanggar aturan dasarnya atau tidak berdasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku). oleh karena itu, Penetapan Tersangka yang dimaksud adalah tidak sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Yang Mengikat.

 

  1. Bahwa Pelanggaran terhadap Aturan Dasar Pengambilan Keputusan a quo, adalah sekaligus sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas yang fundamental dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Termohon, yakni Asas Kepastian Hukum dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (geen straf zonder schuld).
  1. Bahwa Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan: “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Menurut Moeljatno, sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita dalam bukunya Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan: Geen Straf Zonder Schuld (hal. 141), asas ini berarti orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.

Bahwa Berdasarkan uraian dalil dan fakta-fakta hukum diatas, maka kami memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tarutung Cq Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara ini berkenan untuk memberikan putusan dengan amar putusan sebagai berikut:

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
  1. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejasaan Negeri Tapanuli utara Nomor: 01/l.2.21/fd.1/02/2022 tanggal 21 februari 2022 jo. Surat Perintah Penyidikan Kepala kejaksaan Negeri Tapanuli utara Nomor: 03/l.2.21/fd.1/12/2022, dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 02/L.2.21/Fd.2/12/2022 tanggal 8 Desember 2022, yang menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
  1. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.
  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon.
  1.  Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

SUBSIDAIR

Dalam Peradilan yang baik, apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain,mohon putusan yang seadil – adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Ex Aequo Et Bono).

 

 

                       Hormat Kami,

         SRB LAW FIRM & PARTNERS

    Kuasa Hukum Hanson Einstein Siregar

      

      SABUNGAN PARAPAT, SE.,SH.

 

 

 

      PRAWIRA SUHERMAN SIHOMBING, SH.

 

Pihak Dipublikasikan Ya