Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TARUTUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2022/PN Trt BRYAN ADAM SIANTURI Kepala Kepolisisan Resort Tapanuli Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 21 Jul. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Trt
Tanggal Surat Kamis, 21 Jul. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1BRYAN ADAM SIANTURI
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisisan Resort Tapanuli Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Description: F:\\\\\\\\ \\\\\\\\LOGO\\\\\\\\peradi ok.jpgDescription: F:\\\\\\\\ \\\\\\\\LOGO\\\\\\\\download (1).pngJACKSON OKTARYO NABABAN,S.H & REKAN

ADVOKAT - KONSULTAN HUKUM

Alamat : Komplek Perumahan Puri Kampung Baru Blok D No. 23 Rantauprapat Kode Pos 214121 Kelurahan Kartini Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu

Provinsi Sumatera Utara. HP : 085362593670

 

PRAPERADILAN

 

ATAS NAMA PEMOHON : Bryan Adam Sianturi

Atas Laporan Polisi Nomor : LP/B/164/VI/2022/SPKT/Polres Tapanuli Utara/Polda Sumatera Utara Tanggal 4 Juni 2022

MELAWAN

KEPALA KEPOLISIAN RESORT TAPANULI UTARA

 

 

Tarutung,   Juli 2022

 

Kepada Yth.

Ketua Pengadilan Negeri Tarurung

Di –

Jl. Mayjend. J Samosir No. 93 Tarutung

Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. 

Hal : Permohonan Praperadilan

 

Dengan Hormat,

Yang bertandatangan dibawah ini : Jackson Oktaryo Nababan, S.H, Hotbin Simaremare,S.H, Aman Sihombing, S.H, Trianto Wibowo,S.H, Advokat pada kantor hukum Jackson Oktaryo Nababan, S.H & Rekan, beralamat Jl. Komplek Perumahan Puri Kampung Baru Blok.D No. 23 Kode Pos 21412 Kelurahan Kartini Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara HP : 085362593670. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 12 Juli 2022 yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tapanuli Utara,  baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama : Bryan Adam Sianturi, Laki-laki, umur 20 tahun, Kristen, Pelajar/Mahasiswa, beralamat di Jalan Makmur  Kelurahan Pasar Siborong Borong Kecamatan Siborong Borong Kabupaten Tapanuli Utara.

 

Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut di atas, untuk selanjutnya disebut sebagai----------------------------------------------------------------PEMOHON

Dengan ini Pemohon mengajukan pemeriksaan Praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran Hak-Hak Asasi Pemohon serta tidak terpenuhinya syarat formil dan materil penangkapan dan

penahanan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 16, pasal 17, pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 38, dan 39 KUHAPidana yang telah dikenakan atas diri Pemohon, yang dilakukan oleh : Kepala Kepolisian Resort Tapanuli Utara, yang berkedudukan di Jalan Letjend Suprapto No.2 Hutatoruan X kota Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.

Selanjutnya disebut sebagai------------------------------------------------------------ TERMOHON

 

Atas Laporan Polisi Nomor : LP/B/164/VI/2022/SPKT/Polres Tapanuli Utara/Polda Sumatera Utara Tanggal 4 Juni 2022 mengenai dugaan tindak pidana Persetubuhan terhadap anak dan atau Perbuatan Cabul Terhadap Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) dan (2) dan Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang Undang.

 

Bahwa adapun dasar permohonan pemeriksaan Praperadilan adalah sebagaimana yang diatur

dalam BAB X bagian Kesatu, pasal 77 sampai dengan pasal 83 KUHAP;

 

Adapun alasan-alasan diajukannya Praperadilan Pemohon adalah sebagai berikut:

 

  1. FAKTA-FAKTA HUKUM
  1. Bahwa Pemohon ditangkap oleh anggota polisi Polres Tapanuli Utara tanggal 4 Juni 2022 dan dilakukan penahanan 5 Juni 2022 Atas Laporan Polisi Nomor : Atas Laporan Polisi Nomor : LP/B/164/VI/2022/SPKT/Polres Tapanuli Utara/Polda Sumatera Utara Tanggal 4 Juni 2022 mengenai dugaan tindak pidana Persetubuhan terhadap anak dan atau Perbuatan Cabul Terhadap Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 76D Jo Pasal 81 ayat (1) dan (2) dan Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang Undang.
  2. Bahwa Pemohon dan 9 (sembilan) orang lainnya (7 diantaranya anak dibawah umur) ditangkap dan ditahan berdasarkan satu Laporan Polisi yaitu Laporan Polisi Nomor : LP/B/164/VI/2022/SPKT/Polres Tapanuli Utara/Polda Sumatera Utara Tanggal 4 Juni 2022. Faktanya, tempat dan waktu melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul terhadap korban dilakukan oleh Pemohon dan 9 (sembilan) orang lainnya tersebut dilakukan pada waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda.
  3. Bahwa Pemohon ditangkap oleh Kepolisian Resort Tapanuli Utara tanggal 4 Juni berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/68/VI/2022/Reskrim dan ditahan oleh Kepolisian Resort Tapanuli Utara tanggal 5 Juni 2022 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/58/VI/2022/Reskrim.
  4. Bahwa Pemohon ditangkap terlebih dahulu di Siborong Borong oleh orang tua korban dan paman korban kemudian dibawa ke Polsek Siborong borong dan dibawa ke Polres Tapanuli Utara sebelum dibuat Laporan Polisi di Polres Tapanuli Utara.
  5. Bahwa Pemohon ditahan pada tanggal 5 Juni 2022 tidak berdasarkan bukti yang cukup. Hal ini kami uraikan sebagai berikut :
    1. Handphone korban yang menjadi alat komunikasi antara korban dan Pemohon tidak disita oleh penyidik Kepolisian Resort Tapanuli Utara hanya Handphone Pemohon yang disita oleh penyidik Kepolisian Resort Tapanuli Utara.
    2. Hasil Visum et Repertum Nomor : 440/2582/VI/2022 yang dilakukan terhadap korban dikeluarkan oleh dr. Ronald E.M.T Nababan,Sp.Og tanggal 7 Juni 2022.
    3. Transkrip percakapan melalui pesan whatsapp antara Pemohon dan korban untuk mengancam korban atau melakukan kekerasan,melakukan serangkaian tipu muslihat,serangkaian kebohongan, membujuk rayu anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain tidak dijadikan barang bukti.

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
    1. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
    2. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
    3. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
    4. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah : Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
  2. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  3. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  4. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

 

  1. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).”

 

  1. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.

 

  1. SYARAT FORMIL DAN MATERIL PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TIDAK TERPENUHI
  1. Cacat Formil Penangkapan dan Penahanan.
    1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dalam proses penangkapan yang dilakukan petugas Kepolisian Resor Tapanuli Utara terhadap Pemohon terbukti bahwa proses penangkapan tersebut cacat formil karena telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.”;

 

  1. Bahwa ketika dilakukannya proses penangkapan terhadap Pemohon pada tanggal 4 Juni 2022 berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/68/VI/2022/Reskrim, yang pada saat itu dilakukan oleh :
  2. Aiptu Mistranius Purba, S.H;
  3. Bripka Irvandi Sembiring;
  4. Bripka Jhon F Sihombing
  5. Briptu Togi Sinurat
  6. Briptu Bawadi Siburian
  7. Briptu Dewanto Royman A.S,SH
  8. Briptu Yuliana O Silaban,SH
  9. Briptu Swandy Simatupang
  10. Briptu Okto B Nainggolan,SH
  11. Bripda Golden Marbun

Terbukti telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (3) KUHAP  yang menyatakan: “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.”;

 

  1. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Bahwa pertama kali dan satu-satunya surat yang diterima oleh Tersangaka dan keluarganya yaitu Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/68/VI/2022/Reskrim tanggal 4 Juni 2022 dan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/58/VI/2022/Reskrim tanggal 5 Juni 2022, yang mana dalam hal ini membuktikan Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung ditangkap dan ditahan sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak seimbang bagi Pemohon untuk dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa sebagai Tersangka untuk pertama kali oleh Termohon setelah dibawa oleh orang tua korban ke  Polres Tapanuli Utara dan diperiksa sebagai Tersangka tanggal 4 Juni 2022;

 

  1. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini.

Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

Pihak Dipublikasikan Ya