Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TARUTUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Trt SIHOL H SITOMPUL, SH 3.Kepala Kepolisisan Resort Tapanuli Utara
4.Kasat Reskrim Polres Tapanuli Utara
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 05 Jul. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Trt
Tanggal Surat Selasa, 05 Jul. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SIHOL H SITOMPUL, SH
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisisan Resort Tapanuli Utara
2Kasat Reskrim Polres Tapanuli Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

                                

 

 

 

 

 

       PERMOHONAN PRAPERADILAN ATAS NAMA PEMOHON

                                                                          TERHADAP

PENETAPAN SEBAGAI TERSANGKA DALAM DUGAAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 362 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA OLEH POLRES TAPANULI UTARA 

                                                                           MELAWAN

                                                   KEPOLISIAN RESOR TAPANULI UTARA

 

 

Kepada Yth:

Ketua Pegadilan Negeri Tarutung

Di

Tarutung.

 

Dengan hormat,

       Yang bertandatangan di bawah ini : Dr. Raja Induk Sitompul, S.H., M.H.,  Advokat/Pengacara berkantor di Law Office RAJA INDUK SITOMPUL, Jl. Dr.Gerhard Lumbantobing No. 25 Tarutung, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, berdasarkan surat kuasa tanggal 04 Juli  2022, untuk dan atas nama :

SIHOL H.SITOMPOEL,SH, NIK.3173080509420004, tempat tanggal lahir Tarutung 05-09-1942, umur 79 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan Pensiunan, alamat Taman Kebun Jeruk Blok J 14/19 RT.003/RW.002, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, dalam hal ini disebut sebagai :

-------------------------------------------------PEMOHON PRAPERADILAN  -----------------------------------------------

Dengan ini mengajukan Praperadilan terhadap :

  1. Kepala Kepolisian Resor Tapanuli Utara;
  2. Kasat Reskrim Polres Tapanuli Utara, keduanya dalam hal ini disebut sebagai:

 

----------------------------------PARA TERMOHON PRAPERADILAN -----------------------------------------

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN.
  1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan satu tindakan perampasan hak azasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut, Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

  1. Bahwa sebagaimana diketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 angka 10 menyatakan:

 

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang.

 

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

 

  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian dapat diakomodirnya mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

 

  1. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
  1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
  2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012
  4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
  6. Dan lain sebagainya

 

  1. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

  1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  1.  Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN.

  1. Bahwa pada tanggal 28 Agustus 2021 anak Pemohon selaku kuasa Pemohon telah membeli sebidang tanah dari Suhardi Sitompul seluas lebih kurang 10.000 M2 terletak di Huta Harang Bagasan, Desa Sitompul, Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara;

 

  1. Bahwa tanah yang dibeli oleh anak Pemohon tersebut telah dibersihkan oleh pekerja yang disuruh oleh Pemohon, selanjutnya pada saat tanah tersebut dibersihkan, beberapa batang pohon yang telah ditebang dan dipindahkan oleh pekerja Pemohon kepekarangan Pemohon dan sampai sekarang pohon yang ditebang tersebut masih berada di pekarangan Pemohon;

 

  1. Bahwa  pada tanggal 31 Mei 2022 Pemohon telah dipanggil oleh para Termohon untuk dimintai keterangan sebagai saksi sesuai Surat Panggilan Nomor:SPgl/172/V/2022/Reskrim tanggal 27 Mei 2022 atas adanya Laporan Polisi No.LP/B/60/III/2022/SPKT/POLRES TAPANULI UTARA /POLDA SUMATERA UTARA, tanggal 10 Maret 2022;  

 

  1. Bahwa objek tanah yang dibeli oleh anak Pemohon dan telah dibersihkan tersebut berada di Wilayah Desa Sitompul dan merupakan tanah wilayat marga Sitompul sedangkan tanah yang menjadi objek laporan oleh Revelly Panggabean yang di klaim sebagai milik Donganarti Hutabarat terletak di Desa Pansurnapitu (Desa Pansur Napitu dengan Desa Sitompul dua hal yang berbeda);

 

  1. Bahwa adanya laporan tersebut atas pengakuan Donganarti Hutabarat sebagai pemilik lahan yang telah dibeli oleh anak Pemohon maka Suhardi Sitompul (penjual) dan Pemohon serta anak Pemohon merasa keberatan selanjutnya mendaftarkan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Tarutung pada tanggal 18 Mei 2022 sebagaimana dalam register perkara No.39/Pdt.G/2022/PN.Trt;

 

  1. Bahwa saat ini perkara perdata yang didaftarkan oleh Pemohon di Pengadilan Negeri Tarutung masih sedang proses menguji keabsahan pemilik,  tetapi oleh para Termohon Praperadilan telah membuat Surat Panggilan kepada pemohon sesuai Surat Panggilan Nomor :Spgl/235/VI/2022/Reskrim tanggal 30 Juni 2022 atas nama Pelapor REVELLY PANGGABEAN sesuai Laporan Polisi No.LP/B/60/III/SPKT/RES TAPUT/POLDA SUMUT tanggal 10 Maret 2022 serta menetapkan Pemohon sebagai tersangka tindak pidana Pencurian sebagaimana dimaksud dalam pasal 362 dari KUHPidana sesuai Surat Ketepan Nomor:SP.Tap/58/VI/2022/Reskrim tanggal 28 Juni 2022;

 

  1. Bahwa berdasarkan UU No.1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956) disebutkan dalam Pasal 1 bahwa “ Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan  hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu

 

  1. Bahwa menurut C Djisman Samosir, dosen fakutas Hukum Universitas Parahyangan, dalam kesempatannya sebagai ahli dalam sidang Praperadilan sengketa Henry Jocosity Gunawan (2017) menyatakan pendapatnya bahwa perkara pidana seharusnya ditunda terlebih dahulu prosesnya, hingga gugatan perdata yang diperiksa memiliki putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), Dan selain itu Mahkamah Agung Republik Indonesia pun pernah menjatuhkan putusan untuk melakukan penundaan perkara pidana dengan terlebih dahulu menunggu penyelesaian perdata;

 

  1. Bahwa sebagaimana tertuang dalam putusan MA No.628 K/Pid/1984, dimana dalam putusan tersebut MA membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dan memerintahkan untuk menunggu adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap mengenai status kejelasan kepemilikan tanah (perdata). Hal ini dikarenakan, apabila status keperdataan belum memiliki kejelasan, maka perkara pidana tidak dapat dilanjutkan;
  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
  1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
  2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri;
  3. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
  4. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
  5. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);
  6. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

- ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

- dibuat sesuai prosedur; dan

- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

  1. Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  • “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  • Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
  1. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh  para Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Hakim Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

Berdasar pada argumen dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan para Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Pencurian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Tapanuli Utara adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh para Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh para Termohon;
  4. Memerintahkan kepada para Termohon untuk menghentikan penyidikan sementara terhadap Pemohon;
  5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum para Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

 

Apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Tarutung yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

                                                                                                                               Tarutung, 05 Juli 2022

                                                                                                                                 Hormat kami,

                                                                                                                         Kuasa Hukum Pemohon

 

 

                                                                                                                   Dr. Raja Induk Sitompul,SH.MH

Pihak Dipublikasikan Ya